Selasa, 23 Desember 2008

Politik Beras

Beberapa hari ini, saya jalan keliling menemani teman yang lagi sibuk cari beras. mulai dari jakarta, trus, cianjur, karawang, cirebon dan indramayu. semua agen beras kita datangi, mulai dari sekedar melihat contoh beras, tanya-tanya harga, pengiriman dan kapasitas produksi.

Semua pengilingan padi yang kita datangi, rata-rata tidakmampu memenuhi kebutuhan beras yang sesuai dengan keinginan teman saya. Ada yang kualitasnya oke, tapi harganya nggak cocok. Ada juga yang harganya cocok tapi mak....kualitasnya "ayampun tak sudi makannya" he he.

Setelah berkeliling beberapa daerah akhirnya kita dapatkan kualitas dan harga beras yang cocok dengan keinginan mitra dagang teman ku. Keesokan harinya, kamipun mendatangi mitra tersebut di kantornya (salah satu badan negara). Beliau menyambut dengan baik, kemudian dengan sedikit basa basi, pembicaraan mulai padtopik sesungguhnya, BERAS.

Ternyata cerita punya cerita, itu beras di gunakan untuk kepentingang politik. Maklum menjelang pemilu 2009, semua cara pasti digunakan untuk dapat meraup dukungan rakyat, tentu bentuk kongkritnya mencoblos partai atau tanda gambar yang dinginkan pada pemilu mendatang. Saya hanya diam, kok masih ada aja yang menggunakan cara-cara kuno ini dalam pemilu?. Padahal disemua media, stake holder pemilu (partai, calon, kpu, panwas, pemerintah, kepolisian dll) menyatakan akan melaksanakan pemilu dengan jujur dan adil tanpa politik uang.

Saya kira budaya "politik beras dan uang" sudah cenderung berkurang, tetapi dari bincang-bincang dengan bapak yang terhormat tersebut, dari dulu beliaudan teman-temannya selalu menyediakan "beras politik" untuk parpol dan politisi.... ughh....capek deh...

Selasa, 16 Desember 2008

PELATIH TIMNAS KALAH RESPON !!!

yo...hayooo...hayooo...kuingin kita pasti menang...yo...hayooo...hayooo.... ooooo....oooo
Terus bergema sepanjang pertandingan Timnas Indosesia selama piala AFF. Kadang-kadang nyanyian tersebut diselangi tepuk tangan dan teriakan In..do..ne..sia...

Betapa antusiasnya soperter Indonesia mendukung Timnas yang sedang berlaga melawan tim dari negara lain. Semua berharap....berdoa, mendukung dengan sepenuh hati demi satu tujuan kemenangan dan juara yang dinanti-nanti selama ini. Memang selama ini TIMNAS Indonesia belum pernah juara sejak piala AFF (dulu TIGER) dilangsungkan.

Sayapun tidak pernah ketinggalan hadir di SUGBK untuk mendukung timnas. melebur bersama suporter lainnya. Pokoknya kalau Timnas berlaga, saya selalu hadir memberi dukungan di stadion, demi satu tujuan bahwa sebagai bangsa kita mampu berprestasi.

Para pemain telah bekerja dengan maksimal, walaupun masih ada kekurangan, menurut saya, kekalahan ini (baik dari singapore dan thailand) disebabkan kurangnya respon yang cepat dari pelatih Benny Dollo. Formasi yang diturunkan oleh pelatih sejak awal (lawan Nyanmar) tidak ada perubahan yang signifikan. tentu saja racikan ini mudah dibaca dan diantisipasi oleh lawan-lawan kita. Beruntung lawan Kamboja dan Nyanmar kita menang karena memang secara teknik dan mental Timnas masih berada diatas level mereka. Ketika berhadapan dengan lawan yang sekelas (Teknik dan mental), formasi dan startegi Benny Dollo gampang dibaca dan dipatahkan oleh permainan lawan. Mestinya, pelatih lebih cepat tanggap melakukan pergantian pemain dan strategi ketika racikannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Lihat saja, ketika lawan Singapore, selalin faktor kelelahan, banyak pemain yang bisa "dimatikan" oleh lawan. Misalnya firman utina, BP dan Budi Sudarsono. Celakanya, Benny Dollo bukannya segera melakukan pergantian, malah mebiarkan mereka dilapangan. Demikian pula ketika melawan Thailand, selalu terlambat mengantisipasi pergantian pemain sebagai salah satu cara meredam strategi lawan. Padahal masih banyak pemain lain yang secara kualitas baik, tetapi tidak diturunkan. Padahal pemain-pemain tersebut belum dikenal karakternya oleh tim lawan. Lihat saja, ketika lawan Thailand BP diganti dengan Musfahri (menit 65), pemain belakang Thailand kewalahan menghadapi gerakan musfahri. Nah...mestinya...ini lebih cepat dilakukan oleh Bendol, tak hanya stiker, tetapi gelandang, winger atau posisi manapun yang tidak berfungsi. Jika perubahan formasi dan strategi segera dilakukan oleh Bendol dalam partai leg kedua, niscaya kita bisa berharap TIMNAS Indonesia bisa maju ke Final.
Tetap semangat!!!!
Harapan itu Masih ada!!!!
MAJU TAK GENTAR LASKAR TIMNAS

Senin, 08 Desember 2008

BBM Turun; Kosong Melompong

Sejak pemerintahan SBY mengumumkan menurunkan harga BBM (Premium) dari Rp. 6000,- menjadi Rp. 5500,- membuat sejarah baru di republik ini. Karena memang selama ini belum pernah dalam sejarah Indonesia, harga BBM turun. Penurunan harga BBM ini seiring dengan terus merosotnya harga minyak di pasar dunia. Bahkan jika kita mengikuti penurunan harga minyak dunia, maka penurunan harga Rp. 500,- itu belum lah seberapa. Tetapi langkah SBY ini mesti kita beri apresiasi positif. Apapun motifnya, apakah ini sebagai upaya memperbaiki citra menjelang PEMILU 2009 yang sudah didepan mata?. Semua bisa saja dikaitan, tetapi harga telah turun. Tak heran penurunan harga BBM ini digunakan oleh Partai Demokrat sebagai salah satu isu dalam kampanye Partai pendukung SBY ini (SBY tercatat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat).

Sayangnya, penurunan harga BBM ini tidak diikuti dengan kesiapan pemerintah dalam menjamin ketersediaan premium. Beberapa hari ini, saya kelimpungan mencari BBM Premium, karena beberapa SPBU yang saya datangi tidak memiliki BBM Premium alias kosong melompong. Terhitung sejak tanggal 1 Desember (efektif harga premium 5500) SPBU yang dekat rumah saya hanya dalam 2 hari memiliki stock premium. Demikian pula dengan SPBU yang ada di Bintaro, kekosongan BBM premium juga terjadi. Ketika saya coba tanya kepada petugas SPBU nya, mereka juga bingung..... akhirnya saya menggunakan pertamax sebagai alternatif dengan konsekuensi harganya jauh diatas premium.

Beberapa teman saya didaerah lain juga menyampaikan kekosongan premium di daerah mereka. yah...kita hanya bisa mengeluh...sementara Partai Demokrat dan SBY telah "menjual" isu penurunan harga BBM Premium sebagai langkah keberhasilan pemerintah....walah... ini memang edan...boleh saja SBY mengklaim bahwa dia berhasil menurunkan harga BBM, namun jika persediaanya kosong melompong....apalah artinya.....

Apalagi jika kita mau hitung harga penurunan harga minyak dipasar dunia tidak sebanding dengan penurunan harga yang dilakukan oleh SBY. Bukan kah harga minya dunia sekarang persis sama dengan harga minyak pada tahun 2000? artinya jika pakai logika sederhana mestinya harga premium, solar dan minyak tanah harus sama dengan harga pada tahun 2000. Jika mau hitungan-hitungan detail tentu kita siap berdebat dan berdiskusi sesuai dengan alat dan metodologi yang kita gunakan...

Jika kondisi kekosongan dan klaim keberhasilan (SBY dan Partai Demokrat) terus berlanjut, maka semakin nyata bahwa pemerintahan ini tidak serius menurunkan harga BBM. penurunan ini hanya untuk kepentingan Politik jelang PEMILU 2009 sebagai pelengkap setelah besan SBY ditangkap KPK. Maka lengkaplah sudah bahwa pemerintahan ini "pandai bermain muka".
wallahu'alam

Senin, 01 Desember 2008

Berantas Korupsi, Benahi Birokrasi

Oleh Mahmuddin Muslim

PadangKini.com; Jumat, 21/11/2008, 20:08 WIB

MENDENGAR kata birokrasi maka istilah ini akan selalu diidentikkan dengan ketidakefesienan. Lumrah saja, karena selama ini birokrasi di Indonesia merupakan alat kekuasaan (Bureaucratic Polity), bahkan sudah menjadi Bureaucratic Authoritarian.

Dimasa lalu, birokrasi digunakan sebagai mesin otoritas dan politik. Hal ini terjadi karena sistem sosiokultural dan sistem pemerintahan yang tidak demokratis sehingga menempatkan birokrasi pada peran tersebut. Akibatnya Birokrasi menjadi tidak efektif dan efesien. Tentu saja kondisi ini mempengaruhi relasi antara negara dan kepentingan warganegara.

Birokrasi sebagai alat kekuasaan terjebak pada pengambilan keputusan secara ekslusif yang dilakukan oleh aparat negara. Biasanya keputusan tersebut hanya mengguntungkan segelintir orang atau kelompok. Terutama yang memiliki akses politik dan ekonomi.

Model seperti ini, kemudian melahirkan hubungan antara aparat negara dengan pelaku bisnis dan politisi berada dalam hubungan patron klien yang personal. Dan hal itu berarti bekerjanya mekanisme eksklusif politik dan ekonomi. Muaranya adalah hilangnya partisipasi, keadilan dan ruang publik untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan tersebut. Jika sudah demikian, maka transparansi dan akuntabilitas pemerintahan tidak ada. Alhasil, korupsi terjadi secara besar-besaran di berbagai sektor.

Komitmen Pemerintahan SBY-Kalla untuk menjadikan pemberantasan korupsi sebagai agenda utama, kiranya perlu mendapat acungan jempol dan apresiasi positif. Langkah ke arah itu telah dimulai. Misalnya pembentukan Satgas Pemberantasan Korupsi yang dikomandoi oleh Jampidsus Hendarman.

Walaupun satgas ini belum memperlihatkan hasil kerja yang maksimal, tetapi satgas ini telah membangkitkan harapan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi. Apalagi pemberantasan korupsi juga dilakukan oleh KPK yang semakin hari peformance dan kinerjanya makin dipercaya.

Dalam beberapa kesempatan SBY maupun Jaksa Agung sering mengungkapkan betapa sulitnya memberantas korupsi yang sudah mengakar dalam tubuh pemerintahan. Kita juga memaklumi hal ini, karena memberantas korupsi tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Tentu saja para koruptor atau kelompok yang selama ini menikmati sistem yang korup akan melakukan resistensi.

Jika melihat "kekuatan" para koruptor ini sudah barang tentu kita harus melihat seperti apa sistem dan budaya birokrasi kita. Karena bagaimanapun juga kita harus jujur melihat bahwa korupsi terjadi tidak berdiri sendiri pada satu kaki saja, tetapi korupsi terjadi karena adanya persekongkolan jahat yang dilakukan oleh politisi, pebisnis, partai politik, tentara dan birokrasi.

Idealnya, birokrasi adalah sebuah institusi netral. Kewenangan-kewenangan yang melekat padanya bisa digunakan untuk maksud baik atau buruk Dalam prakteknya, penyalahgunaan wewenang dalam lingkungan birokrasi selalu ada. Dan korupsi adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan birokrasi.

Tindakan korupsi dari para birokrat pada tingkat awal merupakan gambaran tentang ketiadaan integritas mereka sebagai abdi negara dan abdi rakyat. Pada tingkat kedua ia merupakan pelecehan terhadap etika dan hukum yang berlaku. Akibat paling ringan dari korupsi adalah terganggunya proses administrasi dan yang paling berat adalah bubarnya negara.

Terjadinya korupsi yang luas dalam lingkungan pemerintahan bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Paling tidak, keadaan itu mengimplikasikan tidak sehatnya administrasi pemerintahan, lemahnya pengawasan politik terhadap penyelenggaraan kekuasaan pemeribntahan, tidak efektifnya penegakan hukum, tiadanya integritas aparatur dan rendahnya moralitas mereka.

Korupsi di kalangan birokrat tentu akan menghancurkan wibawa pemerintah dari dalam dan menghilangkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Dalam situasi dimana kepercayaan rakyat sudah tidak ada lagi, maka efektivitas pemerintahan pun akan goyah, kalaulah tidak hancur. Oleh karena itu, pembenahan birokrasi harus menjadi pilihan untuk mengurangi dan memberantas korupsi. Artinya, betapapun sulitnya, pemerintah harus mengambil langkah ini demi kelangsungan hidup pemerintahan dan keselamatan negara.

Pembenahan birokrasi bisa dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, melakukan evaluasi secara jujur terhadap efektifitas dan efesiensi birokrasi selama ini. Langkah ini berkaitan erat dengan jumlah personil (birokrat), wilayah kerja, sektor pelayanan yang ditangani serta output yang dihasilkan selama ini.

Hasil evaluasi ini bisa dijadikan acuan menyusun sistem manajemen birokrasi. Langkah evaluasi ini harus melibatkan tim indenpenden yang memiliki kapasitas dan keahlian serta profesional dalam melakukan evaluasi.

Tim ini dalam melaksanakan tugas akan berkoordinasi dengan Sekretariat Negara dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN). Keanggotaannya bisa saja wakil pemerintah dan civil society. Tetapi yang terpenting adalah mereka melakukan evaluasi secara netral dan jujur tidak terpengaruh oleh kelompok kepentingan apapun di luar kepentingan pembenahan birokrasi.

Kedua, menyusun formulasi sistem manajemen birokrasi. Harus disadari bahwa birokrasi lahir dan dibentuk karena kebutuhan masyarakat untuk dilayani. Artinya birokrasi yang lahir karena kebutuhan masyarakat (rational bereaucratic) ini ditekankan bahwa masyarakatlah yang menentukan bukan hanya keberadaan dari birokrasi itu sendiri, namun juga termasuk corak birokrasi yang dikehendaki. Dengan demikian, dalam menyusun sistem manajemen birokrasi perlu keterlibatan publik secara luas.

Keikutsertaan publik secara luas ini diharapkan akan memudahkan menyusun apa saja yang penting dan utama dalam memberikan pelayanan. Tentu, partisipasi harus berbanding lurus dengan efektifitas karena pemerintahan harus terus bekerja dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam membangun sistem manajemen birokrasi ini harus selalu berorientasi pada penguatan kelembagaan. Penguatan kelembagaan akan mendorong berfungsinya peran dan kinerja yang baik dari birokrasi. Penguatan yang dimaksud meliputi struktur dan mekanisme kerja yang efektif dengan dukungan sumber daya yang memadai termasuk sarana dan prasarana.

Ketiga, mengefektifkan sumber daya manusia (birokrat). Langkah ini akan berkaitan erat dengan: (1) Optimalisasi jejaring kerja, birokrasi memiliki skala kerja yang sangat luas karena menyangkut pelayanan secara nasional. Untuk itu perlu melakukan evaluasi terhadap kantor-kantor perwakilan didaerah serta membangun model komunikasi dan koordinasi yang memudahkan melakukan kontrol dan deteksi terhadap penyimpangan;

(2) Pemanfaatan personil terbaik dan multidisiplin. Pada tingkat operasional, kinerja birokrasi harus didukung oleh profesional dari berbagai latar belakang disiplin ilmu pengetahuan. Hal ini diperlukan mengingat tugas birokrasi menyangkut berbagai hal yang cukup kompleks.

(3) Menerapkan merit based system, birokrasi sebagai organisasi tentulah harus mencapai hasil yang terbaik. Untuk mencapai hal tersebut, organisasi bisa menerapkan reward and punisment system sesuai dengan tugas, keahlian, profesionalisme masing-masing personil. Selain itu tentu saja kejelasan jenjang karier perlu mendapat perhatian, sehingga dapat memacu dan memberikan rasa aman bagi semua personil.

(4) Membangun budaya kerja yang kondusif, birokrasi yang memiliki peran besar dan strategis harus sejak awal membangun budaya yang kondusif. Budaya kerja yang dimaksud meliputi: semangat kerja yang tinggi, disiplin, kejujuran, kompetensi, kompetisi yang sehat dan seterusnya. Yang terpenting dalam membangun budaya kerja yang kondusif adalah mengefektifkan kepemimpinan dengan mengutamakan keteladanan.

Keempat, proses rekrutmen yang transparan. Proses rekrutmen harus dirancang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan adanya birokrasi. Sistem rekrutmen harus memberikan peluang yang sama bagi semua orang untuk ikut terlibat untuk mengisi kekosongan di birokrasi. Ada beberapa prinsip yang mestinya menjadi prinsip dalam rekrutmen calon birokrat yaitu:

(1) Transparan, yaitu kriteria dan proses seleksi yang jelas dan terbuka. Transparan yang dimaksudkan dalam proses ini adalah mengenai metode dan teknik, kriteria, proses pengambilan data calon, proses analisa dan integrasinya dari alat ukur yang digunakan.

(2) Akuntabel, yaitu menggunakan metode dan teknik seleksi yang bias dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas di sini bisa dilihat dari pemilihan alat ukur yang dapat secara tepat mengukur atau memberikan data sesuai dengan criteria atau kompetensi yang dibutuhkan. Selain itu proses pencatatan dan pengolahan data calon harus bisa meminimalisir subjektivitas.

(3) Adil, yaitu semua calon melewati proses yang sama. Rasa keadilan dalam proses seleksi memiliki korelasi yang sangat tinggi terhadap terjamin dan terjaganya harga diri dan rasa aman si calon.

Dengan melakukan pembenahan pada birokrasi ini, diharapkan akan semakin menaikkan citra pemerintah di mata publik. Karena pembenahan ini akan memberikan impact pada kinerja dan efesiensi serta birokrasi yang profesional. Tentu ini bisa mengurangi kecurangan (korupsi) dalam pemerintahan. Selain itu, pembenahan ini merupakan investasi politik bagi SBY untuk masa yang akan datang.

)* Mahmuddin Muslim peneliti masalah transparansi pengelolaan dana publik, putra Pariaman, berdomisili di Bintaro, Banten, kini juga Caleg DPRD Sumbar dari PDI-Perjuangan Daerah Pemilihan Sumatera Barat IV.