Selasa, 11 November 2008

Zaman Kalabendu

Sebuah SMS mampir di HP ku, malam itu belum terlalu larut, namun SMS itu membuat suasana hati jadi berkecamuk tak menentu. Seorang teman lama (nggak lama-lama amat sih), sekitar 2002 tak bertemu, sang pengirim SMS, menanyakan perihal yang berkaitan dengan berita yang beliau baca disalah satu milist. Berita tersebut berkaitan dengan pemberitaan yang dirilis oleh www.detik.com, berkaitan dengan kasus korupsi di DEPKUMHAM. Jujur saja, saya sudah tidak terlalu mengikuti kasus ini semenjak menterinya (Hamid Awaluddin) diganti dengan Andi Mattalata.

Kasus Korupsi di Depkumham, memang sempat mencuat seiring dengan isu resufle kabinet yang rencananya akan dilakukan oleh Presiden SBY. Mulai dari dugaan korupsi pengadaan sistem sidik jari automatis dan pencairan uang Tommy Soeharto via rekening Depkumham. Kasus pengadaan sidik jari otomtis, diduga melibatkan beberapa pejabat dilingkungan Depkumham, mulai dari setingkat direktur sampai pada tingkat DIRJEN. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM (Yusril Ihza Mahendra) pun, diduga juga menikmati uang haram korupsi tersebut. Kasus ini terus bergulir, pemriksaan berbagai pihak telah dilakukan oleh pihak Kejaksaan. Tersangkapun telah ditetapkan, misalnya Zulkarnain yunus (Dirjen Administrasi hukum umum) dan telah diputus bersalah oleh pengadilan pada semua tingkatan (pada tingkat kasasi menjadi 4 tahun).

Setelah kasus ini diputus, saya tidak pernah lagi memperhatikan kasus ini, walaupun setiap hari membaca pemberitaan di media massa, tetapi saya melewati saja berita yang berkaitan dengan kasus ini. Ketika menerima SMS dari rekan tadi, saya langsung mencari koran yang telah saya baca tadi pagi, di bantu oleh istri tercinta, akhirnya saya dapati berita yang berkaitan dengan SMS teman tersebut disalah satu halaman harian KOMPAS (kebetulan di rumah saya langganan harian ini). Perlahan saya baca dengan sangat hati-hati berita tersebut. Kemudian saya ikuti beritanya di TV, ternyata benar apa yang isi SMS teman saya, bahwa Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH. LLM, ditahan dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung, dan beliau belum di tahan karena masih berada di luar negeri menghadiri konvensi Antikorupsi di Korea Selatan.

Kaget dan tidak percaya, memenuhi ruang hati dan pikiran saya, karena saya mengenal Prof. Romli sebagai salah satu "pejuang" antikorupsi. Saya mengenal beliau ketika perumusan Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN. Ketika itu beliau sangat gigih memperjuangkan Undang-undang ini agar disetujui oleh DPR. Kemudian, dalam perumusan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi berikut dengan perubahannya undang-undang nomor 20, Prof Romli juga terlibat aktif sebagai perumus.

Dalam beberapa kesempatan diskusi, beliau sangat benci dan marah dengan prilaku korupsi yang telah menggerogoti sekujur republik ini. Berbagai ide dan pikiran-pikiran cerdas beliau sampaikan agar Republik ini terbebas dari korupsi. Bahkan ketika rencana pembentukan KPK, beliau yang memimpin study banding komisi pemberantasan korupsi di negara lain, misalnya Hongkong dan Malaysia. Konsistensi dalam melawan korupsi melalui sistem hukum terus beliau lakukan. Sehingga tak heran, ketika pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Prof. Romli di percaya oleh Presiden Megawati menjadi ketua tim seleksi calon pimpinan KPK. Kerja tim seleksi yang hanya 52 hari (karena amanat Undang-undang KPK mesti terbentuk tahun 2003), Prof. Romli dan tim seleksi (Adnan Buyung, Todung Mulya, Prof. Hakristuti, dll) bekerja secara maksimal sehingga terpilih 5 orang pimpinan KPK (Amin Sunaryadi, Erry Riana Harjapamekas, Taufikurrahman Ruki, Tumpak H., Sirajudin Rosul) melalui seleksi yang cukup ketat (walaupun tidak lepas dari kepentingan politik) karena yang memilih adalah DPR. Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi pada masa itu memberikan harapan pemberantasan korupsi di Indonesia dengan di tangkapnya Gubernur NAD Abdullah Puteh.

Prof. Romli sebagai Kepala BPHN, juga tetap konsisten memberikan support pada KPK dalam memberantas korupsi. Tahun 2004, Prof. Romli dengan beberapa kolega juga membentuk Forum pemberantasan Korupsi Indonesia (yang lebih populer dengan forum 2004). Tak hanya sampai disitu, pada pelbagai kesempatan, Prof. Romli sering memberikan masukan, kritikan dan ide cerdas penanganan kasus korupsi.

Ketika melihat di TV, beliau dijadikan tersangka dan langsung ditahan oleh Kejaksaan Agung, ada perasaan miris di hati saya. "apakah benar orang yang selama ini saya kenal, seorang koruptor?". Saya bertanya pada banyak orang yang kenal beliau, semua juga bingung..ada apa ini?.

Jika benar beliau seorang koruptor, maka saya seolah-olah telah terjaga dari mimpi dan hidup di planet yang ada diluar galaxi bima sakti. Karena di bumi ini sudah tidak ada lagi perbedaan antara koruptor dengan pejuang yang melawan korupsi. Pakaian yang digunakan sangat mirip, bahkan persis sama. Saya jadi ingat pada keponakan saya beberapa tahun lalu, ketika Presiden Soeharto memberikan anugrah Pahlawan pada beberapa orang yang dianggap berjasa bagi negeri ini. Ketika itu, Keponakan saya yang masih duduk di sekolah dasar, bertanya pada saya, "apakah pahlawan itu?" saya jawab " orang yang tulus berjuang untuk kemajuan bangsa ini sehingga bangsa ini lebih sejahtera, bermartabat dan manusiawi. "Apakah Koruptor juga pahlawan?" pernyataannya bagaikan petir disiang bolong. Waktu itu saya hanya terdiam, banyak orang menerima penghargaan, dianggap berjasa, berjuang untuk bangsa, tetapi kita tidak pernah tahu apa yang dilakukannya dibelakang sorotan publik. YA...akhirnya semua mesti diserahkan pada proses hukum... dan sebagai warga negara yang baik, ini yang dilakukan oleh Prof. Romli terhadap kasus yang menimpanya. Semoga masih ada Peradilan yang bersih di Indonesia....wallahualam...

Senin, 03 November 2008

Politik; Bingung

Beberapa hari ini saya disibukan oleh telpon dari berbagai pihak. Mulai dari teman, saudara sampai yang nggak dikenal kemudian ternyata saudara juga. Awal pembicaraan pastilah berbasa basi, menanyakan kesehatan, keluarga atau kerjaan. Tetapi feeling saya, mengatakan bahwa telpon yang dari mereka ini pasti tidak ada hubungannya dengan pertanyaan basa basi tersebut. Namun, saya tetap menerima dengan mengikuti alur pembicaraan mereka. Agak aneh memang, karena selama ini -walaupun saya sudah kenal lama- beliau-beliau ini tidak pernah telpon atau menanyakan keadaan saya dan keluarga, bahkan sekedar ucapan "selamat idul fitri pun" tidak pernah mampir di HP saya.

Pagi-pagi saya HP saya berdering, kebetulan istri saya yang jawab -saya lagi asyik bermain dengan anak-anakku tercinta- maklum hari libur. Istriku membawakan HP pada saya dan mengatakan ada telpon dari sepupu saya. "siapa" ketika saya tanya istriku pun bingung. HP itu saya terima, terdengar diseberang sana suara perempuan, "apa kabar mahmuddin?", sehat-sehata aja kan... lagi sibuk ngggak?, tentu saya agak kaget dengan berondongan pertanyaan tersebut. Langsung saja saya potong pembicaraannya, "maaf ini siapa ya?". Ini aku N***, Siapa? N***, anak C**** , oh... ada apa?.

Saya dengar mahmuddin maju sebagai Caleg dari PDIP untuk Dapil Sumbar, spontan saya jawab "Iya". kemudian, sepupu saya ini curhat tentang tentang peluang pencalonan legislatif untuk daerah pemilihan Sumbar. Saya hanya diam menjadi pendengar yang baik. Setelah cukup lama -kuping sayapun sudah panas- sambil di loadspeaker, saya tanya " ada apa ni?...apa kamu maju juga? tanya saya langsung aja, karena selama menjadi pendengar, pembicaraan beliau tidak jauh dari pencalonan legislatif. Beliau langsung jawab ya....akhirnya...aku tau juga maksudnya call me. Selanjutnya pembicaraan berkisar pada peluang menjadi anggota legislatif, kadang-kadang diselingi curhat tentang partai yang mengusung baik masalah internal maupun masalah eksternal. Aneh juga, kok kejelekan sistem di partainya disampaikan pada saya.. walaupun sepupu, saya kan berbeda partai dan pasti akan memanfaatkan kelemahan partai-partai lain dalam meraup suara pemilih. Akhirnya beliau menyampaikan bahwa jika saya tidak serius maju sebagai Caleg, kiranya bisa membantu beliau dalam pencalonan legislatif. Saya jawab diplomatis saja, pasti akan dibantu apalagi saudara sendiri.

Berselang, ada beberapa teman yang telpon saya. semuanya adalah calon dari berbagai partai, ada yang minta bantu dana (padahal saya juga pas-pasan he he), ada yang minta dikenalin dengan tokoh-tokoh di Sumbar (saya aja nggak kenal juga he he), ada yang minta diundang dalam acara-acara yang dilaksanakan oleh kelompok tani dan nelayan yang saya dampingi. Bahkan ada yang minta dibantu dalam sosialisasi dan penyusunan strategi kampanye dan program kerja.

Saya jadi bingung, apa modal teman-teman ini maju sebagai calon? apa ini yang dinamakan latah politik??. Bagaimana proses pencalonan yang dilakukan oleh partai politik? sehingga mereka bisa lolos sebagai calon, bahkan dapat nomor urut yang baik (jadi)?. Padahal jika benar-benar siap sebagai politisi tentu semuanya sudah dipikirkan dengan matang. Mulai dari program kerja, strategi pemenangan, basis dukungan dan tentu saja dana kampanye. Tidak perlu lagi bingung dengan berbagai macam konsekuensi sebagai calon legislatif.