Rabu, 17 September 2008

MENANTI KEBERANIAN KPK PASKA PENANGKAPAN M. IQBAL



Siaran Pers: Solidaritas Nasional Gerakan Antikorupsi Indonesia

MENANTI KEBERANIAN KPK PASKA PENANGKAPAN M. IQBAL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin sore, kembali menangkap basah pejabat negara yang diduga sedang melakukan transaksi suap di Hotel Aryaduta. Gerak cepat KPK ini berhasil menangkap basah M. Iqbal dengan uang Rp 500 juta yang diduga berasal dari uang suap dari pihak yang sedang berperkara di KPPU. Selain itu, KPK juga menangkap Billy Sundoro Presiden Direktur PT. First Media Tbk. Sementara itu asisten dan sopir keduanya beserta seorang office boy hotel dijadikan saksi dalam dugaan kasus suap ini (kompas, 17/9/09).

Upaya-upaya yang dilakukan oleh KPK selama ini, perlu mendapat apresiasi positif dari semua pihak. Sejak Komisi ini dibentuk desember 2003, banyak kasus korupsi yang bisa diungkap oleh KPK. Di mulai dari kasus Abdullah Puteh (Gubernur Aceh) sampai pada kasus M. Iqbal (komisioner KPPU). Melihat kerja-kerja yang dilakukan oleh KPK memang lebih banyak pada kasus suap. Tetapi, dengan melakukan pendekatan ”ketangkap tangan” KPK telah berhasil menangkap pelaku korupsi dari berbagai sektor. Ada mantan menteri, Gubernur Bank Indonesia dan Pejabat Bank Indonesia, Gubernur, walikota/bupati, pejabat pemda (sekda dll), Jaksa, Komisioner Komisi Yudisial, Anggota DPR, pejabat eselon 1 di berbagai departemen bahkan sampai pada internal penyidik KPK sendiri. Artinya hampir semua departemen dan lembaga negara bisa diungkap kasus korupsinya oleh KPK. Bahkan, Makamah Agung yan selama ini diduga sarang mafia peradilan, pernah di”obok-obok” KPK dalam kasus suap kasasi tersangka Probosutedjo.

Sayangnya, upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK masih mendapat kritikan dari banyak pihak. Mulai dari isu tebang piih sampai pada ketidak konsistenan KPK dalam mengusut berbagai perkara. Misalnya kasus aliran dana Bank Indonesia, semua pihak menunggu langkah KPK menetapkan semua anggota DPR periode 1999-2004 yang menerima uang dari BI sebagai tersangka. Dalam berbagai persidangan terungkap dengan jelas bahwa semua anggota DPR komisi IX (keuangan) periode 1999-2004 menerima uang dari Bank Indonesia. KPK sampai sekarang belum menetapkan anggota DPR lainnya sebagai tersangka –selain Antony Zeidra dan Hamka Yandhu-. Dalam kasus yang sama (Aliran dana BI) sudah sangat jelas keterlibatan Aulia Tantowi Pohan (mantan deputi Gubernur BI) dalam kasus aliran dana BI kepada anggota DPR. Sampai sekarang status besan presiden SBY ini masih sebagai saksi. Padahal, selain keterangan saksi di pengadilan tipikor, beberapa dokumen yang diberkaitan dengan kasus ini menunjukkan keterlibatan Aulia pohan dalam kasus ini. Bukti-bukti tersebut juga sudah diserahkan ICW pada KPK. Sekarang ”bola” ada di tangan KPK. Demikian pula dengan dugaan keterlibatan Paskah Suzeta (Kepala Bappenas) sebagai penerima dana aliran Bank Indonesia semasa menjadi Ketua Komisi IX DPR periode 1999-2004. Hal serupa –dalam kasus berbeda- (pengalihan fungsi hutan dan illegal logging) yang melibatkan anggota DPR (Bulyan Royan, Amin Nasution, pejabat daerah Riau, Adelin Lis, D.L Sitorus), dalam persidangan nama Menteri Kehutanan MS. Ka’ban disebut-sebut menerima bagian uang haram dalam kasus tersebut.

Sejak berdiri KPK sesungguhnya telah melakukan pemberantasan korupsi dengan baik. Upaya-upaya ini jangan sampai dilupakan atau bahkan dipandang sinis oleh berbagai kelompok karena ketidak beranian KPK mengungkap secara tuntas kasus-kasus korupsi yang masih disorot publik. Untuk itu perlu kiranya KPK segera melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Segera menyampaikan kepada publik prioritas KPK dalam memberantas korupsi.
2. Segera menyampaikan secara terbuka kepada publik pengembangan kasus aliran dana Bank Indonesia dan siapa-siapa saja yang terlibat.
3. Menetapkan beberapa nama yang dekat dengan Presiden sebagai tersangka (Aulia Poha, Paskah Suzeta dan MS. Ka’ban) sebagai tersangka sesuai dengan bukti dan kesaksian yang muncul dalam persidangan di Pengadilan TIPIKOR.
4. Menetapkan semua anggota DPR periode 1999-2004 yang telah menerima uang dari Bank Indonesia sebagai tersangka.
5. Segera menindaklanjuti laporan Agus Condro (Anggota DPR dari PDI Perjuangan) tentang dugaan suap dalam pemilihan deputi senior Bank Indonesia. Bukti-bukti dan keterangan telah disampaikan oleh Agus Condro dan PPATK juga sudah menyampaikan hasil transaksi keuangan yang berkaitan dengan kasus tersebut.
6. Segera menetapkan Miranda S. Gultom (Deputi senior Bank Indonesia) sebagai tersangka sesuai dengan bukti dan keterangan yang ada.
7. Menetapkan anggota DPR sebagai tersangka yang terbukti menerima uang (cek) dari Miranda Gultom.

Jika langkah-langkah berani ini segera dilakukan oleh KPK, kami yakin dukungan dari rakyat akan semakin kuat dan suara-suara miring yan dilontarkan oleh pihak-pihak lain bisa hilang dengan sendirinya. Jika penangkapan M. Iqbal (anggota KPPU) kemarin sore adalah hadiah buka puasa bagi gerakan anti korupsi, maka penetapan orang-orang dekat SBY sebagai tersangka merupakan parcel lebaran bagi gerakan anti korupsi, apalagi jika KPK serius mengambil alih kasus BLBI. Dengan demikian isu tebang pilih dan isu tidak memiliki peta pemberantasan korupsi bisa ditepis, dan tentu saja Presiden SBY juga diuntungkan secara politis sebagai Presiden yang tidak melindungi orang-orang dekatnya.



Koordinator Nasional

Mahmuddin Muslim
0811966778

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mana berani KPK? wong antasari aja takut kok sama SBY...hayo..buktikan klo berani